Minggu, 21 Februari 2010

12. Guruku

”Untuk Sabaruddin Ahmad.”

Sabaruddin Ahmad guruku dahulu itu,
Sabaruddin Ahmad Dosenku dahulu itu.
Hatimu baik, putih bersih, laksana salju,
Sejuk merasuk, menyerap ke dalam kalbu.

Ikhlas hatimu kepada murid tiada terhingga,
Kau suka menasihatinya.
Kau pengasih dan pengiba,
Termasuk aku telah menikmatinya.

Pengucapan bahasamu baik dan benar,
Kau pandai mengatur intonasi tepat dan lancar.
Tak pernah ’ku bosan mendengar,
Jika di kelasku Engkau mengajar.

Kau mampu memilih rangkaian kata,
Sejalan dan sekawan.
Kau mahir menjalin kata,
Menjadikan bahasa indah dan menawan.

Kau pintar dan cekatan mengungkapkan ,
Pepatah dan petitih seakan hidup di kalangan bangsawan.
Tidaklah berlebihan kalau kukatakan,
Engkau guru Bahasa dan Sastra Indonesia berdarah Sastrawan.

Susah mencari penggantimu di Masa Ini,
Karena tak ada Duanya di zaman milenium ini.

Guruku !
Pernah kami di kalangan muridmu,
Menjuluki engkau ”ahli bahasa.”
Tetapi engkau tegas membantah dan berkata :
”Aku hanya pencinta bahasa.”

Kami katakan kau Sastrawan atau Pujangga,
Tetapi engkau berkata : ”Aku bukan pujangga.
Aku hanya sekedar pembaca fasih,
Penilai deklamasi.”

Guruku yang kucinta !
Kau didik aku sejak tahun sembilan belas lima puluh lima,
Di SMA Medan Negeri tiga.

Kau ajari aku dari tidak tahu,
Menjadi tahu.
Kau tanamkan di hatiku,
Mencintai Bahasa Ibu.

Kulanjutkan kuliahku,
Ke Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Medan, Be Satu.

Pak Sabar guruku sayang !
Tak mungkin Kau tidak kupandang.

Pernah engkau kuliahi aku,
Di teras rumahmu,
Setiap hari Minggu,
Semacam ”privat less” tanpa honor guru,
Ketika hendak mengambil Sarjana Mudaku,
Di tahun sembilan belas enam puluh empat FKIP - USU.

Pernah aku sholat di kamarmu,
Dikelilingi lemari penuh buku.
Pernah aku makan di rumahmu,
Sehabis sholat bersamamu,
”Kalau Anda mau berhasil jadilah Insan Kutu Buku !”
Demikian kau berkata kepadaku.

Kupegang teguh nasihatmu itu,
Kuingat selalu di hatiku.

Guruku yang kucinta !
Tak pernah kudapati sosok guru seperti Anda,
Yang banyak berjasa,
Berjumpa dengan mantan mahasiswa,
Merasa belum punya jasa.
Bertemu dengan mantan siswa,
Merasa tak pernah berjasa,
Sekali pun mereka menjadi penguasa,
(Menjadi pemimpin yang berkuasa).

Semua kau anggap kawan !
Semua kau jadikan teman !

Guruku !
Banyak kenangan yang diingat dari guruku :
Kau rajin, berbudi luhur, santun, pengasih, pengiba, lapang dada,
Kau lincah, periang, bersemangat, rendah hati, sederhana,
Kau necis, simpatik,humoris, peramah dan berwibawa.

Kau suka berkelakar pandai berteman,
Disenangi kawan dan lawan.

Tak pernah terbayang kemalasan di wajahmu,
Ketika engkau mengajar siswamu.

Guruku, pernah dulu kudengar cerita,
Kau ditolak menjadi mahasiswa,
Sebagai dosen kau diterima,
Padahal kau tidak pernah menjadi mahasiswa.
.............................. Luar biasa !

Guruku sayang !
Sesudah empat puluh satu tahun berselang,
Tepatnya 17 September 2005 hari Sabtu,
Aku datang lagi ke tempatmu.
Engkau sudah berusia delapan puluh empat tahun,
Dan aku sudah tujuh puluh tahun.

Ketika aku berpelukan salam denganmu,
Spontan aku menangis terharu bertemu denganmu.
Kuingat Budimu,
Kuingat Kasihmu,
Kuingat Nasihatmu,
Kuingat Jasamu,
Spontan pula menyenak nafasku,
Kemudian menjalar terasa di sekujur badanku.

Kutanya : ”Dimana Ibu ?”
Ibu yang dulu kulihat sering menemanimu.
Kau katakan : ”Beliau sudah mendahului kita.
Beliau telah meninggalkan kita.”

Guruku, guruku sayang !
Tak mungkin kau tidak kusayang !
Tak ada yang dapat kuberikan padamu,
Selain do‘aku bersamamu,
Mengiringi hidup dan hidup keluargamu.

Semoga Engkau Disayang Ilahi,
Tuhan Pengasih yang Abadi.

H.M. Ma‘shum Hasibuan, B.A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar